Deretan artikel yang dimulai dengan judul Senyum CU, merupakan saduran dari buku “Sambil Tersenyum Memahami Credit Union” karangan P. Florus (1999).
Mengapa pengembangan koperasi dalam masyarakat kita sungguh lamban? Satu dari sekian banyak jawabannya adalah: Para penganjur koperasi hanya sekedar menganjurkan agar orang lain berkoperasi, sementara mereka sendiri bukan atau belum pernah menjadi anggota koperasi.
“Pemerintah sedang menggalakkan pemberdayaan ekonomi rakyat. Oleh sebab itu, masyarakat hendaknya bergabung membentuk koperasi. UUD 1945 secara jelas mengamanatkan agar kita berkoperasi. Pemerintah memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk membentuk koperasi, asal sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. “Begitu bunyi penggalan ceramah seorang Kepala Kantor Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil & Menengah dari suatu kabupaten.
“Dapatkah Bapak menceritakan pengalaman pribadi, tentang apa saja keuntungan yang telah Bapak peroleh sebagai anggota koperasi?” Tanya seorang pendengar.
Sang penganjur tampak kebingungan. Maklum, ia memang belum pernah merasakan suka-duka berkoperasi.
Dalam ‘sejarah’ pengembangan C.U. Di Indonesia, persoalan yang serupa juga terjadi. Di Kalimantan Barat, pernah berdiri sekitar 40 buah C.U. Antara tahun 1985 sampai 1990. Lima tahun kemudian, hanya tinggal 6 buah saja. Kisah sedih seperti itu terjadi juga di beberapa provinsi lain. Memang demikianlah ‘nasib’ koperasi yang hanya dianjurkan oleh para petugas proyek. Mereka yang menganjurkan pengembangan koperasi tidak terlibat langsung ke dalamnya, karena sebenarnya mereka tidak merasa berkepentingan.
Anjuran bukan kesaksian.
Judul Buku: Sambil Tersenyum Memahami Credit Union, Penulis: P. Florus, Halaman: 87.