Deretan artikel yang dimulai dengan judul Senyum CU, merupakan saduran dari buku “Sambil Tersenyum Memahami Credit Union” karangan P. Florus (1999).
“Masyarakat itu bodoh, malas, miskin, kuno. Maka mereka perlu diajari, diberi petunjuk, dibina, diarahkan, disuluh, dikomando, diberi sedekah, diberi modal. Mereka harus dibangun ‘agar menjadi moderen’. Dalam hal berkoperasi, kita sediakan modal, lalu didirikan koperasi untuk mereka dan mengajari mereka cara mengelolanya.” Demikianlah paradigma ‘PEMBANGUNAN’ yang dianut selama Orde Baru.
Jadilah warga masyarakat sebagai objek pembangunan. Apalagi pembangunan itu lalu dipersempit menjadi kegiatan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi: Usaha membuat kue nasional yang dilakukan oleh segelintir orang, lalu mereka dihimbau untuk membagikan kuenya kepada rakyat. Hasilnya? Ya, ketidakadilan dan kesenjangan sosial yang parah.
Sedangkan paradigma ‘PEMBERDAYAAN’ beranggapan bahwa warga masyarakat dibodohi, dimiskinkan, dicabut dari budayanya, dicerai-berai, ditindas, diperas oleh suatu struktur atau sistem kekuasaan yang tidak adil. Maka pemberdayaan dimulai dengan kegiatan-kegiatan untuk penyadaran. Setelah itu, pengenalan masalah dan pengorganisasian untuk kondisi kehidupan agar menjadi semakin baik. Dalam pemberdayaan, harkat-martabat manusia sangat penting. Setiap orang, bagaimanapun rupa tampangnya, pantas dihargai sebagai manusia.
Tetapi berhati-hatilah. ‘Pemberdayaan’ dapat dipakai untuk kepentingan kekuasaan menjadi sekedar jargon politik. Berkata “melakukan pemberdayaan” tidak sama dengan melaksanakan pemberdayaan yang sesungguhnya.
C.U. Seharusnya dijalankan secara jelas sebagai sarana pemberdayaan, bukan sarana pembangunan. Dapatkah C.U. Terjebak menjadi sarana pembodohan dan pemiskinan warga masyarakat.
Judul Buku: Sambil Tersenyum Memahami Credit Union, Penulis: P. Florus, Halaman: 2.