Liputan6.com, Jakarta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan, ‎kesadaran lembaga keuangan dan badan usaha seperti koperasi simpan pinjam masih sangat rendah dalam melaporkan transaksi keuangannya. Padahal pelaporan ini penting untuk menghindari terjadinya praktik kejahatan di bidang keuangan seperti pencucian uang, penipuan, korupsi dan lain-lain. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan ‎pelaksanaan kewajiban pelaporan kepada PPATK, yang diawali dengan melakukan registrasi aplikasi Gathering Report and Information Processing System (GRIPS).

Berdasarkan data, pelapor yang masih minim untuk mendaftarkan perusahaannya adalah koperasi simpan pinjam. Dari 7.170 koperasi simpan pinjam yang ada, baru 1 persen saja yang telah melakukan registrasi dalam GRIPS. “Koperasi simpan pinjam baru 1 persen,” ujar dia dalam Pertemuan Tahunan PPATK di Jakarta, Selasa (16/1/2018). Selain itu, pihak yang masih minim dalam melaporkan transaksi keuangannya ke PPATK yaitu perusahaan properti, pedagang kendaraan bermotor, pedagang permata dan perhiasan, serta pedagang barang seni atau antik.

Pihak-pihak ini masuk dalam kategori properti di mana dari 64.604 yang dicatat PPATK, baru 0,1 persen yang melakukan registrasi GRIPS. “Profesi yang merupakan pihak pelapor sejak Tahun 2015 juga merupakan prioritas di Tahun 2018 untuk melakukan registrasi GRIPS,” kata dia. Selain itu juga lembaga penyedia barang dan jasa, di mana dari 4.828 lembaga, baru sebanyak 20 persen yang melakukan registrasi GRIPS.

Sementara, lembaga keuangan yang dinilai telah memiliki kesadaran yang tinggi untuk melaporkan transaksi keuangannya antara lain penyedia jasa keuangan bank, di mana dari 1.922 lembaga perbankan, sebanyak 97,8 persen telah melakukan registrasi GRIPS. Kemudian penyedia jasa keuangan nonbank, dari 2.307 lembaga, yang telah melakukan registrasi sebanyak 75 persen