Dalam definisi tradisional, positioning sering disebut sebagai strategi untuk memenangi dan menguasai benak pelanggan melalui produk yang kita tawarkan. Namun, saya punya definisi yang agak lain. Saya mendefinisikan positioning sebagai the strategy to lead your customer credibly, yaitu upaya mengarahkan pelanggan Anda secara kredibel. Saya sering mengatakan bahwa positioning tak lain adalah upaya kita untuk membangun dan mendapatkan kepercayaan pelanggan. Semakin kredibel Anda di mata pelanggan, semakin kukuh pula positioning Anda.
Kalau merek kita memiliki kepercayaan dan kredibilitas di benak pelanggan, dengan sendirinya pelanggan akan merasakan “kehadiran” perusahaan atau produk dalam benak mereka. Oleh karena itu, saya sering mengatakan bahwa positioning merupakan being strategy. Positioning menjadi penentu eksistensi merek, produk, dan perusahaan Anda di benak pelanggan. Positioning adalah reason for being bagi Anda.
Saya setuju sepenuhnya dengan Michael Porter yang mengatakan bahwa positioning adalah core-nya strategi. Strategi menurut Porter adalah upaya untuk menghasilkan posisi yang unik dan valuable bagi pelanggan. Itu tak lain adalah positioning. Di dalam model yang saya kembangkan, positioning merupakan simpul dan titik awal perumusan strategi. Positioning menjadi acuan bagi penyusunan diferensi. Dan karena itu, ia menjadi landasan dalam membangun ekuitas merek.
Pentingnya positioning sebagai “simpul” strategi dan komponen yang terpenting keunggulan bersaing perusahaan dapat dilihat pada beberapa kasus berikut.
- Lion Air mampu dengan cepat membangun merek dengan secara cerdas memanfaatkan deregulasi sektor penerbangan di Indonesia. Ia dengan jeli memosisikan dirinya sebagai penerbangan yang menawarkan konsep value for money dengan menawarkan harga tiket yang murah tapi tetap menjanjikan ketepatan waktu.
- Nokia sukses mengambil alih Ericsson sebagai pemimpin pasar dengan positioning yang kukuh melalui tag line-nya: “Teknologi yang Mengerti Anda.” Melalui tag line tersebut, Nokia ingin mengatakan bahwa produknya tidak sekadar mengandalkan teknologi tinggi, tetapi teknologi yang memahami dengan baik penggunanya. Nokia tak mau hanya mengandalkan teknologinya yang serba-canggih dan serba-mutakhir, tetapi mengandalkan pengertian dan pemahamannya terhadap konsumen.
- Singapura memosisikan dirinya sebagai “New Asia”, yaitu gabungan harmonis antara Barat dan Timur. Singapura adalah gabungan dari segala hal yang terbaik dari dunia Barat dan segala hal yang terbaik dari dunia Timur. Singapura adalah pusat kebudayaan Timur karena di sini bertemu tiga kebudayaan besar Asia, yaitu Cina, Melayu, dan India. Namun, ia tidak menutup diri terhadap pengaruh kebudayaan Barat dengan kapitalisme dan kemajuan teknologinya.
Persaingan menjadi indah kalau sesame merek yang bersaing tidak saling bertubrukan secara frontal. Alat paling ampuh agar merek Anda tak bersaing secara frontal adalah positioning. Coba saja lihat kasus-kasus berikut.
- Lux vs. Lifebuoy. Jika Anda mendengar nama sabun Lux, apa yang ada di kepala Anda? Pasti foto Tamara Bleszynski, Dian Sastro, atau Mariana Renata. Wajar saja karena memang Lux memosisikan diri sebagai sabunnya para bintang. Lalu, jika Anda mendengar Lifebuoy, bayangan apa yang ada di kepala? Pasti tak akan jauh-jauh dari kata “sehat” atau “keluarga” karena memang Lifebuoy adalah sabun kesehatan untuk seluruh anggota keluarga.
- Coca-Cola vs. Pepsi. Coca-Cola memosisikan diri sebagai “The Real Thing” alias cola yang orisinal dan klasik. “Minuman cola selain Coca-Cola pastilah palsu,” begitu kira-kira dia bilang ke pelanggannya. Menghadapi posisi yang kukuh ini, Pepsi tak kurang akal. Ia membalik posisi menguntungkan ini sebagai kelemahan mendasar, dengan mengatakan Coca-Cola sebagai terlalu tua. Oleh karena itu, ia bilang ke pelanggannya bahwa Pepsi adalah untuk “Generation Next”.
- Beckham vs. Ronaldo. David Beckham lebih sukses secara marketing ketimbang Ronaldo karena dia mampu dengan jeli memosisikan diri secara unik. Apabila bicara kualitas permainan, masih banyak pemain lain yang lebih hebat daripada Beckham. Tapi, kenapa kalau bicara masalah penghasilan, dia yang paling unggul? Karena dia memosisikan diri tak hanya sebagai pemain sepak bola andal, tapi juga seorang fashion icon. Dia rutin gonta-ganti rambut. Berpose di majalahnya kaum Juga, mempersunting bintang pop kondang, Posh.
Untuk membangun positioning yang tepat, saya punya empat resep berikut. Pertama, positioning Anda haruslah dipersepsi secara positif oleh para pelanggan dan menjadi reason to buy mereka. Ini akan terjadi apabila positioning Anda mendeskripsikan value ini benar-benar merupakan suatu aset bagi mereka. Oleh karena positioning mendeskripsikan value yang unggul, positioning menjadi penentu penting bagi pelanggan pada saat memutuskan untuk membeli. Lihatlah Amazon!
Ketika memosisikan dirinya sebagai the most convenient book retailer with the biggest selection and the lowest price, sesungguhnya Amazon “mengumumkan” value proposition yang ia tawarkan, yaitu belanja buku yang paling mudah, dengan pilihan terbanyak di dunia, dengan harga yang terendah. Value inilah yang menjadi reason to buy bagi pelanggan.
Kedua, positioning seharusnya mencerminkan kekuatan dan keunggulan kompetitif perusahaan. Jangan sekali-kali Anda merumuskan positioning, tetapi ternyata tidak mampu melakukannya. Ini berbahaya. Kenapa? Karena bisa over-promise under-deliver. Dan kalau sudah begini, pelanggan akan mengecap Anda telah berbohong. Jika pelanggan sampai mengecap Anda sebagai tukang bohong, hancurlah kredibilitas Anda di mata pelanggan.
Lihatlah Inul Daratista!
Apa positioning Inul? Positioning Inul tak lain adalah penyanyi dangdut dengan goyang ngebornya yang khas. Positioning tersebut sekaligus mencerminkan kekuatan utama Inul dalam bergoyang di hadapan para penggemarnya. Kemampuan Inul bergoyang ngebor telah menginspirasi pedangdut lain dan mengubah rule of the game di arena perdangdutan yang kita tahu kian ketat persaingannya.
Ketiga, positioning haruslah bersifat unik sehingga dapat dengan mudah mendiferensiasikan diri dari para pesaing. Kalau positioning Anda unik, apa keuntungan yang akan Anda peroleh? Keuntungannya tak lain adalah bahwa positioning Anda tersebut akan tidak mudah ditiru oleh pesaing. Kalau tidak mudah ditiru, lalu apa konsekuensinya? Konsekuensinya adalah positioning tersebut akan bisa sustainable dalam jangka panjang.
Lihatlah Starbucks!
Dengan positioning-nya “The World’s Finest Coffe Experience”, Starbucks mampu secara unik memosisikan diri di antara para pesaingnya. Berbeda dengan para pesaingnya, ia tidak memosisikan diri sebagai warung atau restoran kopi yang mengagung-agungkan keenakan kopinya, tetapi lebih sebagai tempat menikmati “pengalaman ngopi”. Melalui positioning-nya, ia ingin mengatakan kepada setiap pelanggannya bahwa mereka akan menikmati pengalaman see and to be seen dan bukan sekadar kopi yang enak.
Dan keempat, positioning harus berkelanjutan dan selalu relevan dengan berbagai perubahan dalam lingkungan bisnis, apakah itu perubahan persaingan, perilaku pelanggan, perubahan sosial-budaya, dan sebagainya. Apa artinya ini? Artinya, begitu positioning Anda sudah tidak relevan dengan kondisi lingkungan bisnis, dengan cepat Anda harus mengubahnya. Anda harus melakukan repositioning.
Lihatlah Extra Joss!
Dahulu, saat awal-awal dikeluarkan, kita melihat dalam iklan-iklannya, Extra Joss disasarkan untuk para sopir truk dengan menawarkan functional benefit, yakni konsumen bisa mendapatkan minuman berenergi tanpa harus membeli botolnya. Kini, kita melihat posisi itu mulai digeser. Belakangan, kita melihat ia mulai menekankan pentingnya emotional benefit melalui Gen-B (“Generasi Biang”) serta usaha untuk mengedepankan community marketing dengan mengusung role mode para selebriti, mulai Ahmad Dhani hingga Ade Rai.
Untuk merangkum semua uraian saya mengenai positioning, saya ingin bercerita sedikit mengenai bagaimana The Body Shop sukses di industri kosmetik yang sudah telanjur crowded dengan pemain melalui positioning yang tepat. Dan coba kita lihat pelajaran apa saja yang bisa kita ambil.
Tidak seperti produk kecantikan lain yang mengampanyekan efek positif produknya jika dipakai konsumen, The Body Shop justru memosisikan produknya sebagai produk ramah lingkungan. Anita Roddick menentang pesan bombastis dari merek kecantikan lain yang mengomersialkan tubuh wanita sambil menciptakan definisi sempit tentang arti kecantikan. Bagi Roddick, kecantikan sejati bersumber dari kepercayaan diri, artinya manusia harus realistis dengan tubuhnya dan bangga akan tubuhnya tersebut.
Anita Roddick lalu memutuskan untuk menciptakan kosmetik yang terbuat dari bahan-bahan natural, yang dikemas dengan bahan plastik yang bersahaja. Selain itu, The Body Shop membuat positioning bahwa produknya akrab lingkungan, tidak melakukan animal testing, dan peduli pada isu-isu sosial kemasyarakatan. Produk kosmetik ini sangat minim mengalokasikan anggaran untuk iklan, tetapi mengeluarkan biaya yang besar untuk mensponsori kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan core values yang menjadi keyakinan The Body Shop. Apa care values itu? Kesadaran dan kepedulian terhadap isu-isu sosial dan lingkungan hidup global.
Nilai-nilai yang sudah menjadi semacam kredo bagi The Body Shop itu diwujudkan dalam program-program: anti terhadap penggunaan binatang sebagai kelinci percobaan (“Against Animal Testing”); mendukung perdagangan di lingkungan komunitas marginal di negara-negara berkembang (“Support Community Trade”); memperjuangkan hak-hak asasi manusia (“Defend Human Right”); membangkitkan rasa percaya diri (“Activate Self-Esteem”), dan yang terakhir adalah mengampanyekan penyelamatan bumi (“Protect Our Planet”).
Dengan nilai-nilai tersebut, perusahaan yang lahir di Brighton, Inggris, ini menjadi dekat dengan organisasi-organisasi yang gigih memperjuangkan lingkungan hidup dan hak asasi manusia, seperti Green Peace, Friends of Earth, dan Amnesty International. Karena sepak terjangnya, ia justru sering mendapatkan publikasi secara gratis di berbagai media masa.
The Body Shop tidak hanya mengampanyekan nilai-nilai yang diyakini tersebut, tapi juga mempraktikan sendiri seluruh nilai itu dalam operasi perusahaan sehari-hari. The Body Shop menjamin bahwa bahan-bahan kosmetiknya bebas dari animal testing. Bahkan, ia mengharuskan seluruh pemasok menandatangani sebuah kesepakatan kontrak yang berisi tentang hal itu.
Perusahaan ini juga mendukung perdagangan antar komunitas dengan mengembangkan kemitraan dengan komunitas penduduk dari berbagai Negara Dunia Ketiga yang menjadi pemasok bahan-bahan untuk produknya. Dengan cara seperti itu, ia ikut andil dalam mengembangkan ekonomi masyarakat setempat melalui perdagangan yang adil.
Nilai-nilai tersebut di atas menjadi semacam janji The Body Shop terhadap pelanggannya bahwa produk yang dihasilkan telah bebas dari animal testing dan bahan-bahan yang membahayakan lingkungan. Perusahaan ini juga menyisihkan sebagian keuntungan untuk kampanye lingkungan dan hak-hak asasi manusia.
The Body Shop juga melatih karyawannya tentang kesadaran lingkungan, bahaya AIDS, alkohol, serta narkoba bersamaan dengan pelatihan tentang seluk-beluk kosmetik dan kepedulian terhadap pelanggan.
Sasaran produk ini tentunya adalah orang-orang yang sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini oleh The Body Shop, yakni orang yang punya kepeduliaan terhadap lingkungan dan tanggung jawab sosial. Kepada pelanggannya, The Body Shop ingin membuktikan bahwa produknya telah sesuai dengan nilai-nilai yang sudah dijanjikan. Dan, mereka yang memutuskan untuk membeli produk di The Body Shop dapat dipandang sebagai pendukung nilai-nilai luhur yang dikampanyekan The Body Shop.
Dengan membeli produk The Body Shop, konsumen ini secara tidak langsung menjadi bagian dari program yang dijalankan The Body Shop. Inilah tren positioning sekarang. Bukannya berusaha menguasai benak rasional pelanggan, The Body Shop justru menyentuh hati mereka dengan nilai-nilai kemanusiaan. Ini karena, jika konsumen bersifat rasional melulu, dapat dipastikan bahwa produk yang menjanjikan nilai-nilai kecantikan yang akan dibeli. Namanya juga produk kecantikan.
Mengakhiri pengantar ini, saya ingin menekankan sekali lagi satu hal. Pastikan bahwa positioning Anda kredibel di mata pelanggan. Belajarlah dari rontoknya perusahaan-perusahaan top dunia-Enron, Worldcom, Kmart, dan Global Crossing, untuk menyebut beberapa yang tak hanya disegani di kalangan bisnis, tapi juga dipuji habis-habisan oleh para pakar manajemen karena kesolidan model bisnisnya. Perusahaan-perusahaan ini dinyatakan bangkrut oleh pengadilan karena salah strategi dan melakukan manipulasi akuntansi. Arthur Andersen seperti mati suri karena diduga bersama-sama beberapa perusahaan tersebut melakukan rekayasa laporan keuangan. Begitu semua kebohongan itu terungkap akhir tahun 2002 lalu, para pelanggan di Wall Street marah besar, dan wajar saja kalau kemudian mereka melakukan rush, menarik dananya. Hasilnya, harga saham perusahaan-perusahaan tersebut terjun bebas dan dalam hitungan jam menjadi hampir tak bernilai sama sekali.
Judul Buku: Hermawan Kartajaya on Positioning (Pendahuluan), Penerbit: MarkPlus&Co /Mizan, Halaman: 11-20.